Rabu, 29 Oktober 2008

Etika Politik

Mudik & Halal Bi Halal

Sudah hampir sebulan gegap gempita mudik kampung halaman berlalu, sekarang kita semua telah kembali ke dalam dunia nyata yaitu dunia kerja, dunia rutinitas. Jika kita meresapi budaya mudik tiap lebaran tersebut maka akan kita dapati ungkapan budaya dari naluri religius, bahkan lebih dalam lagi : semangat spiritual.

Mudik itu suatu kerinduan dan kebutuhan untuk bersapaan kembali dengan asal-usul, kampung halaman, sanak famili, tetangga di masa kanak-kanak. Mudik itu embrio dari perjalanan amat panjang yang bernama ilaihi raji’un.

Ilaihi raji’un, idiom yang kita pakai untuk menggambarkan ujung dan puncak perjalanan manusia yakni kematian, menggambarkan bahwa setiap langkah manusia adalah makna untu kembali. Ilaihi raji’un kembali kepada-Nya.

Jadi setelah mudik kita menjadi tidak sombong, tidak angkuh dan tahu diri. Tahu diri itu suatu yang rada-rada susah untuk di terjemahkan dalam kehidupan. Seorang tukang becak cukup tahu diri jika di undang halal bi halal oleh Ketua Rt, dia duduk di deretan undangan lain dan bukan di tempatnya duduknya pak Rw atau berjejeran di samping tempat duduk pak lurah. Walaupun jika dia duduk di situpun tidak berdosa, tapi sopan santun dan tahu diri membuat si tukang becak ini duduk manis di kursi para hadirin dengan bahagia.

Maka saya terperanjat ketika menghadiri Halal bi halal, dalam acara tersebut Wali kota kita mengkritik sangat tajam kebijakan Presiden yang nota bene adalah atasan Dia sendiri. Suatu pemerintahan terdiri dari berbagai elemen kepemimpinan, dari pusat hingga daerah. Dan itu merupakan suatu kesatuan atau satu teamwork agar program yang telah di susun berjalan hingga dapat dirasakan oleh masyarakat.

Wali kota kita tidak cukup mempunyai kearifan untuk bercermin dan tahu diri. Bahwa Dia itu merupakan suatu bagian dalam suatu sistem pemerintahan yang ada saat ini. Walaupun melontarkan krirtik itu tidak dosa, sebagaimana si tukang becak tersebut di atas yang duduk di kursi samping pak lurah.

Halal bi halal merupakan produk budaya untuk menjalin tali silaturahmi lebih erat. Apapun dan siapapun yang mengadakan entah parpol, perusahaan, pengurus Rt atau Rw, dan yang lainnya hendaknya juga mencerminkan sikap silaturahmi yang baik. Bukan ajang untuk cari nama atau popularitas hanya karena sebentar lagi akan pemilu, bukan begitu Pak Wali?

Tabik.........