Selasa, 19 Agustus 2008

Merdeka dari Restu

Pagi-pagi sekali seorang ketua tingkat kecamatan,organisasi keagamaan yang lumayan besar di Indonesia sudah mengeluh via telepon. Ia mengatakan ada sesorang yang akan mencalonkan diri menjadi anggota dewan minta surat rekomendasinya. Lalu Dia juga mengatakan ,” memangnya rekomendasi masih berlaku untuk demokrasi langsung seperti saat ini? Andai saya kasih sepuluh lembar rekomendasipun jika masyarakat tidak memilih tidak mungkin jadi,” ungkapnya rada sebal.

Memang proses regenerasi yang kita alami di bidang apapun berlangsung seret karena ada mitos aneh tentang ‘sesepuh’. Penempuhan kualifikasi pemimpin juga kurang bisa dilangsungkan secara rasional dan objektif karena di kepala kita terdapat berlapis-lapis mendung yang kita ciptakan sendiri, kita junjung tinggi sendiri, yang dalam seluruh kegiatan apapun - kita sebut pelindung, pembina, penasehat, atau juga bisa juga pemberi restu, pemberi petunjuk. Lebih gila lagi karena tatkala kita mendirikan suatu organisasi keagamaan, pelindung kita bukannya Tuhan, pemberi petunjuk kita bukan Tuhan, juga pemberi restu (baca:ridha) juga bukan Tuhan.

Persoalan Pembina ini juga kadang juga membuat repot diri kita sendiri. Saya mempunyai cerita yang sangat menggelikan yaitu Ketua Kepemudaan di RT saya tiap tahun pusing karena Ketua RT yang dijadikan pembina kepemudaan jika pidato di acara HUT RI selalu teriak Merdeka..! Merdeka..! Merdeka..! setelah itu turun panggung, tidak ada salam ataupun yang lainnya, cuma teriak itu-itu lagi tiap tahun. Dan tokoh pemuda tersebut jadi bingung menyikapi Pembinanya tersebut, di suruh sambutan salah, tidak juga salah. Dan kita semua merasa tidak PeDe untuk berdirdi sendiri. Kayaknya masih ada yang kurang jika Pembina kita buka walikota, atau pelindung kita bukan Jendral anu. Itulah kita....

Edisi 10 Thn.I

Ini adalah cover Majalah Suara Bekasi edisi 10 th.I Tema yang diketengahkan adalah Pesta Kemerdekaan yang senatiasa kita rayakan pada dasarnya adalah pesta tanpa kue. Karena kita semua tahu masih banyak warga yang tak layak disebut hidup merdeka.